Sepotong Kisah Klasik; Tentang Menunggu

Sebuah lagu menggema di dalam kafe bernuansa putih. Aku duduk di samping jendela kaca sambil memandang kosong ke arah pintu masuk. Menunggu tidak menyenangkan memang, tak terkecuali bagiku. Tapi sejak aku mengenalmu, menunggu menjadi rutinitas baru, terbiasa yang ku paksakan.

Seperti hari-hari sebelumnya kau selalu membuatku menunggu kedatanganmu. “Maaf terlambat,” kata mu lalu mengambil tempat di depanku. Kau selalu konsisten terlambat 30 menit dari janji bertemu. Bahkan untuk orang yang selalu terlambat kau tepat waktu. Aku bisa saja tidak harus menunggu, jika aku mau. Tapi aku selalu memutuskan untuk menunggumu.

Seperti biasa, aku sudah memesankan secangkir kopi yang tiba tepat sesaat sebelum kedatangan mu. Kau menyeruput kopi itu sembari mengatur napas. "Santai," kataku.

Aku sudah mengenalmu genap tiga tahun, sejak pertama dipertemukan melalui sebuah komunitas. Aku cukup mengenalmu baik untuk sekedar tidak mempermasalahkan keterlambatan mu. 

Setelah berhasil mengatur napas, kau mulai mengeluarkan sebuah buku puisi. 'Oh itu buku yang kemarin kau ceritakan dengan antusias lewat telpon' batinku. Buku itu seolah menyapaku dari balik tanganmu. 

Kita mulai pembicaraan tentang puisi yang kau pilih dari buku itu. Aku selalu menyukai antusias yang kau tunjukkan saat membahas puisi. 

Dari puisi kita mulai membahas banyak hal, seperti tiap minggunya, puisi hanya menjadi pembuka untuk obrolan panjang kita tentang kehidupan. Aku bukan orang yang terbiasa membahas hal-hal rumit tentang hidup, tapi bersamamu entah kenapa pembahasan itu menjadi menyenangkan.

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, hari sudah mulai menunjukkan rona merah nya. Waktunya untuk mengakhiri hari ini. Aku menyukai waktu menuju senja, tapi itu menjadi hal yang tidak aku suka tiap minggunya sejak mengenalmu. 

Kita akhirnya mengucapkan kalimat perpisahan, aku mempersilahkan kau pamit duluan meninggalkan kafe ini hanya untuk bisa melihat punggungmu menghilang di balik pintu masuk itu, tempat dimana tiap minggu aku menunggumu.

Aku akan kembali menunggu, kali ini bukan 30 menit tapi menunggu hingga hari pertemuan kita kembali datang.

Sampai bertemu minggu depan, aku akan menunggumu, kamu hanya perlu datang seperti biasanya. 



Rima, Palembang 2020.

Comments

Popular Posts